TASLABNEWS, Jakarta – Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki Closed Circuit Television (CCTV) yang ada di ruangannya. Sebab, Merry mengklaim tidak tahu menahu asal muasal uang yang ada di meja kerjanya.
Febri Diansyah Merry Purba |
“Kalaupun ada keberadaan uang di meja saya, kata mereka ya, saya tidak tahu, meja saya itu selalu terbuka, dan tidak pernah tertutup, dan saya tidak pernah menerima apapun,” kata Merry saat akan diperiksa penyidik sebagai saksi untuk tersangka Helpandi di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (5/9).
Oleh karenanya, Merry meminta penyidik KPK memeriksa CCTV di ruangannya dalam kurun waktu, Sabtu, 25 Agustus 2018 sampai dia ditangkap tangan. Hal itu diminta Merry agar mengetahui secara terang siapa yang menaruh uang di mejanya.
“Kalau memang mau jujur, saya mohon kepada penyidik KPK dengan segala kerendahan hati saya, tolong selidiki CCTV siapa yang masuk ke ruangan saya mulai dari tanggal yang disebutkan itu tanggal 25, karena yang dipertanyakan ke saya kan tanggal 25, sementara tanggal 25 saya tengah kebaktian,” terangnya.
Diduga, ada penyerahan uang yang terjadi di ruangan Merry Purba pada Sabtu, 25 Agustus 2018. Di mana, uang dugaan suap pemulusan perkara tipikor untuk terdakwa Tamin Sukardi ditaruh seseorang di meja Merry Purba.
Berita Terkait:
Ketua dan Wakil Pengadilan Negeri Medan Kena OTT KPK
Ditetapkan Sebagai Tersangka, Merry Purba Mengaku Bingung
Kena OTT, Ketua PN Medan Lagi Tangani Kasus Penjualan Aset Negara
Kena OTT, Marsudin Nainggolan Gagal Jadi Hakim Tinggi
“Apakah keberadaan uang di laci saya menjadikan saya tersangka? Saya tanya sekarang,” ungkapnya seraya meluapkan kekesalannya.
Tak hanya meminta memeriksa CCTV, Merry juga memohon agar penyidik menelisik sidik jari yang ada di uang tersebut. Merry ingin tahu siapa sosok yang menaruh uang di mejanya.
“Mohon supaya diambil sidik jari siapa yang menerima uang itu dan siapa yang menempatkan uang itu di meja saya. Tolong berkata jujur,” ujarnya.
Merasa jadi korban
Merry Purba merasa menjadi korban dalam kasus dugaan suap pemulusan putusan perkara dengan terdakwa Tamin Sukardi yang sedang ditanganinya.
”Jangan korbankan, mentang-mentang saya ini hakim adhoc, tidak ada pembela di Mahkamah Agung, putusan saya berbeda, kenapa kok bisa saya dikorbankan, ada apa ini,” kata Merry di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/9).
Merry pun meminta pertolongan kepada Ketua Pengadilan Negeri Medan, Marsuddin Nainggolan dan Wakilnya, Wahyu Setyo Wibowo, agar lepas dari jeratan hukum. Menurut Merry, Wahyu Wibowo sendiri merupakan hakim yang sama-sama menyidangkan kasus dengan terdakwa Tamin Sukardi.
”Tolong kepada bapak ketua pengadilan negeri medan, saya tidak tahu ada apa di sini. Saya tanda tanya, kepada pak wakil yang kami sama-sama mengadili di situ, saya bukan pemain, saya tidak tahu apa ini semua, coba berpikirlah,” ungkapnya.
Jubir KPK: Sampaikan saja ke penyidik
Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah meminta Merry Purba mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap pemulusan putusan perkara dengan terdakwa Tamin Sukardi.
Hal itu diungkapkan Febri menanggapi bantahan-bantahan Merry Purba pada saat akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk Helpandi.
“Jika memang tersangka MP (Merry Purba) memiliki informasi tentang pelaku lain, silakan disampaikan ke penyidik,” kata Febri melalui pesan singkatnya, Rabu (5/9).
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pemulusan putusan perkara di Pengadilan Tipikor Medan. Keempatnya yakni, Hakim Ad Hoc Tipikor Medan, Merry Purba; pengusaha Tamin Sukardi; panitera pengganti Helpandi; dan orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan. (okc/int)