7 Hari Ditahan Lalu Dilepas dengan Alasan
Tersangka dan Keluarga Korban Sudah Berdamai
ASAHAN– Oknum guru olahraga di Kisaran, Slamet Hariadin SPd (53) warga Jalan Labu, Kelurahan Siumbut-umbut, Kisaran tersangka cabul terhadap enam muridnya diduga menjadi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) polisi. Terbukti, dengan dalih tersangka dan keluarga keenam korban telah berdamai, oknum guru itu dilepaskan dan kasusnya dihentikan.
Oknum guru SD yang menjadi diduga mencabuli enam muridnya saat berada di kantor polisi.
Informasi diperoleh, oknum penyidik di Kepolisian Resor Asahan terindikasi menjadikan kasus pencabulan menjadi ATM untuk memeroleh imbalan duit dari pihak-pihak berkasus.
Pasalnya, meski sempat mendekam di baiik jeruji besi Polres Asahan, namum Slamet kembali menghirup udara segar setelah dibebaskan. Polisi beralasan tersangka dilepaskan karena telah terjadi perdamaian antara keluarga korban dan para pelaku pencabulan.
Atas laporan keenam orangtua murid, lantas Slamet Hariadin ditangkap petugas Polres Asahan dan dijerat Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Seiring waktu dan proses penyidikan lantas tersangka Slamet Hariadin dibebaskan setelah sempat mendekam di balik jeruji besi selama hampir sepekan.
Tertendus pula kabar tak sedap yang menyebut oknum guru itu ditebus supaya bebas. Kuat dugaan tersangka dilepas setelah memberikan sejumlah uang agar proses hukumnya tidak dilanjutkan atau dihentikan.
Kasus pencabulan lainnya yakni tersangka Doni Setyawan (22) warga Bunut, Kecamatan Sei Silau. Pria itu diduga kuat melakukan pencabulan terhadap seorang gadis remaja berstatus pelajar SMU. Doni dilaporkan telah mencabuli JU (16) warga Sei Silau di sekitar areal perkebunan sawit yang tak jauh dari rumahnya.
Doni tersangka kasus pemerkosaan saat berada di kantor polisi.
Kasus pencabulan itu terungkap setelah keluarga korban membaca SMS di telepon seluler JU. Dari pesan singkat ponsel itu pihak keluarga mengetahui siswi SMU itu disetubuhi oleh Doni. Lantas kasus cabul itu dilaporkan ke Polres Asahan. Doni Setyawan (22) ditangkap dan dijebloskan ke dalam jeruji besi.
Setelah menjalani pemeriksaan dan ditahan hampir sepekan, akhirnya Doni dilepaskan. Namun keluarga Doni disinyalir menyerahkan duit puluhan juta rupiah ke oknum Polres Asahan.
Berkas perkara kasus pencabulan atas tersangka Doni pun belum disidangkan di pengadilan, karena alasan pelapor dan terlapor sudah menempuh jalur perdamaian. SIAP
Terpisah Kepala Unit Perlindungan Perempuan Dan Anak (UPPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Asahan Iptu Rusli Damanik membantah keras dugaan kasus pencabulan dijadikan ATM untuk memeroleh imbalan uang.
“Tidak benar tuduhan itu kalau kasus pencabulan dijadikan seperti itu. Saya siap menghadapi pimpinan kalau benar tuduhan itu,” tegasnya.
Menurut Rusli, dalam menangani kasus pencabulan pihaknya masih menggunakan azas kemanusiaan dalam proses hukumnya. Alasannya, beberapa kasus pencabulan yang ditangani pihaknya telah melakukan perdamaian. Mengenai kasus oknum guru yang diduga melakukan pencabulan terhadap enam orang muridnya, itu sudah dihentikan proses hukumnya..
Alasan tidak dilanjutkan karena telah ada perdamaian antara keluarga korban dan tersangka. Bahkan, para keluarga tersangka yang meminta agar kasus pencabulan itu tidak dilanjutkan dengan alasan aib yang harus ditutupi.
“Kalau kasus oknum guru itu keluarga korban yang minta agar tidak dilanjutkan, karena aib yang harus ditutup. Itupun kasusnya cuma dipegang-pegang saja dan belum sempat dibuka celana para korban,” ujar Rusli.
Sedangkan kasus dugaan pencabulan oleh tersangka Doni Setyawan juga tidak dilanjutkan proses hukumnya karena telah terjadi perdamaian anatara kedua belah pihak. Bahkan, kata Rusli, pihak keluarga tersangka berjanji akan menafkahi korban setelah usianya dewasa nanti dan tamat sekolah. Mengenai imbalan yang diberikan tersangka kepada petugas agar berkas kasus pencabulan itu dicabut, lantas Rusli membantah.
Menurutnya, pihaknya tidak ada menerima imbalan sejumlah uang dari keluarga tersangka. Keluarga tersangka yang memberi uang denda kepada keluarga korban dalam perjanjian perdamaian tersebut. ”Yah, kalau uang denda ada diberikan keluarga tersangka kepada keluarga korban. Kalau kita tidak ada menerima uang apapun,” jelasnya. (syaf/mc/int)