ASAHAN-Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Asahan menyatakan belum sepenuhnya dapat menerima rencana pemerintah memberlakukan program sertifikasi khatib sholat Jumat. Sementara Ketua Nahdathul Ulama (NU) dengan tegas menolak rencana sertifikasi khatib sholat jumat.
Hal tersebut dikatakan Ketua MUI Asahan Salman Abdullah Tanjung, Kamis (9/2).
“Dalam hal ini MUI Asahan belum dapat menerima soal rencana kebijakan pemerintah yang akan melakukan sertifikasi terhadap pendakwah yang menyampaikan ceramah kepada jemaahnya,” kata Salman.
Dijelaskan Salman, jika pemerintah benar-benar ingin menerapkan sertifikasi tersebut pemerintah hendaknya memberikan fasilitas pelatihan dakwah. Dalam hal ini kata Salman, MUI dapat memahami gagasan Menteri Agama dengan catatan pemerintah juga harus berperan dalam memberikan apresiasi intensif kepada penceramah.
“Dan sifanya juga tidak wajib jika ini dilaksanakan, karena tugas dakwah untuk menyampaikan kebenaran merupakan hakikat dan menjadi hak kewajiban setiap muslim sesuai dengan perintah agama,” ujarnya.
Dia mengatakan sertifikasi itu sejatinya memiliki tujuan baik yaitu untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kompetensi dai baik dari aspek materi maupun motodologi.
“Lewat perkembangan teknologi informasi sekarang ini tanpa kita sadari atau tidak kondisi masyarakat sering berubah. Jadi keharusan untuk meningkatkan kemampuan dai mutlak diperlukan agar benar-benar dapat menyampaikan pesan-pesan agama secara baik dan paham kondisi faktual serta kebutuhan masyarakat sesuai zaman,” kata dia.
Saat ini, kata Salman, jumlah dai atau pendakwah yang terdaftar di Asahan ada sekitar 170 orang. Ia menambahkan, dengan adanya rencana sertifikasi ini dijadikan batasan bagi pemerintah untuk membatasi gerak penceramah dalam menyampaikan pesan kepada jemaah dan mengganggu umat untuk beribadah.
Sementara itu, Ketua Nahdathul Ulama (NU) Kabupaten Asahan H Supian menyatakan menolak tegas tentang rencana pemerintah tersebut. Sebab dikatakannya, baik tidaknya khatib menyampaikan khutbah yang menilai jemaah itu sendiri.
“Masyarakat kita sekarang sudah pintar dan bisa menilai sendiri mana yang baik dan kurang baik. Kalau ada khatib yang ngawur biasanya tidak akan direkomendasikan masyarakat lagi untuk diberi jadwal ceramah,” ujar Supian.
Kendati demikian, ia mengajak kepada umat Islam dan para ulama untuk tidak terlalu serius menyikapi wacana sertifikasi khatib Jumat yang digagas Kemenag pusat ini. Sebab di Asahan menurutnya, jumlah khatib masih kurang sehingga sangat tidak perlu adanya sertifikasi.
“Khatib-khatib kampung itu tahu akan perdamaian, persaudaraan dan ukhuwah. Soal khatib menganjurkan kondusivitas itu sudah biasa dan ada sejak dulu,” ujarnya. (Per/syaf)