![]() |
Para ibu pencungkil daging kelapa di Asahan |
Dimana para pencungkil daging kelapa itu hanya diberi upah sebesar Rp250-Rp300 untuk setiap kilogram buah kelapa yang telah dibersihkan kulit arinya untuk diproses menjadi santan bubuk atau santan kemasan.
“Karena itu kami mengimbau kepada kepala daerah, Bupati/Walikota, tolong diperhatikan nasib warga yang seperti ini. Bagaimana harganya (upahnya) bisa dinaikkan menjadi lebih besar lagi. Tolonglah mereka ini, karena sebagian besar suami mereka juga nelayan yang terkadang dapat ikan kadang tidak. Ada juga yang buruh harian lepas, jadi perempuan ini membantu juga untuk kebutuhan keluarga,” sebut Nurhajizah, yang didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provsu Hj Nurlela dan Kabiro Humas dan Keprotokolan Setdaprovsu Ilyas Sitorus.
Nurhajizah pun memberikan bantuan berupa sarung tangan untuk digunakan sebagai pelindung agar terhindar dari pisau koncek yang digunakan untuk mengupas kulit (ari) kelapa.
Mendapat perhatian seperti itu, kaum ibu yang terus bekerja mengoncek, mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada Wagubsu yang telah datang melihat kondisi mereka. Meskipun dibayar murah, mereka mengaku tidak punya pilihan lain untuk mendapat tambahan penghasilan selain yang diberikan sang suami.
“Sejak lima tahun lalu sudah bekerja mengoncek. Karena anak saya pun tamat sekolah SD, mereka pun hidupnya pas-pasan, seperti saya juga. Apalagi suami saya sudah tidak ada, ya beginilah,” Maspon Marpaung (58). (syaf/int)