TASLABNEWS, LABURA – Ratusan warga Kualuh Leidong dan Simandulang, Kabupaten Labura, tergabung di dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Hutan Lestari menolak kehadiran KTH Mardesa.
Kondisi lahan yang sudah diusahai KTH Hutan Lestari dengan menanam padi, sayur mayur. |
Pasalnya, KTH Mardesa tidak melibatkan dan mengikutsertakan masyarakat sekitar hutan dalam program Perhutanan Sosial yaitu Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Ketua KTH Hutan Lestari, Hotbin Situmorang menyatakan, kelompok tani yang dipimpinnya merasa keberatan terhadap KTH Mardesa. Pihaknya tidak dilibatkan dan diikutsertakan dalam program hutan kemasyarakatan.
Padahal, katanya, kelompok tani yang berjumlah 114 orang itu merupakan masyarakat miskin warga Desa Simandulang dan Kelurahan Tanjung Leidong yang berada di sekitar hutan.
KTH Hutan Lestari sudah mengusahai lahan tersebut seluas 230 hektar, seperti menanam padi, cabai, sayur mayur, mangga. Tingkat ketergantungan warga terhadap lahan itu cukup tinggi, terlebih untuk tanaman pangan, seperti padi, cabai dan sayur mayur.
“Sebagian areal lahan yang diusulkan oleh KTH Mardesa merupakan lahan yang sudah lama kami usahai. Namun sebelumnya kami tidak dilibatkan dan bahkan tidak mengetahui adanya usulan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) yang dilakukan KTH Mardesa,” kata Hotbin.
Ia juga menyesalkan kinerja Tim Verifikasi dari pihak Kehutanan yang tidak transparan, bahkan terkesan ditutup- tutupi.
“Hal itu terbukti pengusulan IUPHKm KTH Mardesa dan verifikasi dari pihak Kehutanan kami tidak mengetahui. Kami menilai kuat dugaan adanya kepentingan pribadi pengurus KTH Mardesa yang melindungi beberapa pengusaha keturunan yang sampai saat ini masih melakukan kegiatan di lahan tersebut,” terang Hotbin.
Pihaknya, katanya, sudah menyampaikan proposal permohonan IUPHKm kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dan sudah menyurati Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Direktur Penyiapan Kawasan dan Perhutanan Sosial, Kasubdit Hutan Kemasyarakatan, Kepala BPSKL Sumatera Utara, Kepala KPH III Asahan terkait masalah ini.
Ia berharap, pihaknya ikut dilibatkan dan ikutserta dalam program perhutanan sosial, yaitu hutan kemasyarakatan di areal yang sudah diusahai mereka.
Menurut salah seorang anggota KTH Hutan Lestari, Marukkil Sinaga, lahan tersebut telah diusahai masyarakat sejak tahun 1972 dengan menanami berupa tanaman pangan padi, sayur mayur dan cabai.
Namun pada tahun 2004, Along, pengusaha setempat, bekerjasama dengan Lurah dan Camat membeko lahan tersebut. Dan sebagian lahan yang diusahai masyarakat diganti rugi Along. Kemudian Along memperjualbelikan kepada beberapa pengusaha lainnya hingga lahan sudah ditanami sawit.
Sementara itu Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Sumatera Utara Sahala Simanjuntak yang dikonfirmasi wartawan koran ini, menyatakan KTH Mardesa telah memperoleh IUPHKm dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penjual Ikan di Asahan Dirampok Dua Pria Bersebo di Pulau Rakyat
Terkait izin yang diusulkan oleh KTH Lestari, Simanjuntak menyatakan, pihaknya belum dapat melaksanakan verifikasi teknis karena belum ada surat perintah dari Dirjen PSKL.
Meskipun demikian pihaknya dalam waktu dekat akan berkoordinasi dan konsultasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan KPH III.
Terkait lahan yang diperjualbelikan, Simanjuntak menjelaskan, lahan tidak dapat diperjualbelikan karena didalam SK dituangkan hak dan kewajiban, salah satunya tidak dapat diperjualbelikan karena pemberian SK HutSos, by name by NIK, by address. (Cad/mom)