Ada yang menggelitik hati saat Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Labura menuntut DPRD Labuhanbatu Utara (Labura) memberikan pernyataan sikap penolakan omnibus law UU Cipta Kerja, Jumat (9/10/2020) lalu.
Tidak seperti aksi yang biasa dilakukan. Biasanya, poster atau spanduk yang dibentang bertulis narasi tuntutan. Tapi kali ini tidak. Mereka membawa poster bertulisan, “Disaat Anak Kopteng Bergerak Artinya Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja!”
Membaca poster itu hati tergelitik. Bukan hanya saya, beberapa jurnalis pun cengar cengir membaca poster itu.
Entah apa hubungan poster itu dengan tuntutan aksi, saya tidak tau persis. Yang saya tau, kopteng adalah singkatan dari kopi setengah. Kopteng, setau saya, hanya disajikan di warung yang ada di Aek Kanopan, Labura.
Itu pun, hanya ada di warung pinggir rel kereta api, dekat stasiun kereta api, warung si Jampang dan warung daerah perkantoran Pemkab Labura. Warung pinggir rel, namanya kopteng Ibnu dan warung daerah perkantoran namanya kopteng Upik.
Di warung itu, para jurnalis dan LSM biasa berkumpul ngalor ngidul membahas politik, ekonomi dan bahasan lain sembari menikmati kopteng. Tak heran, warung itu sering dikunjungi anggota dewan, ASN atau siapa pun yang ingin tau atau cari informasi. Katanya, ngetem atau mangkal di situ memang asyik.
“Disaat Anak Kopteng Bergerak Artinya Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja!”
Memang bagi penikmat kopi, orang di luar Labura, kurang pas rasanya bila berkunjung ke Aek Kanopan tanpa meneguk kopteng. Kopteng Aek Kanopan memang menjadi minuman khas. Kopteng dikenal bukan hanya di seantero Labura, tapi juga ke luar. Tak heran jika ada tamu dari luar Labura disuguh dengan kopteng.
Karena bukan penikmat kopi, saya tidak tau resep atau cara meracik yang dibuat hingga orang candu dengan kopteng. Saya hanya tau, sebelum disaji kopi tetap direbus di dalam penyaring.
Membaca poster itu, saya sempat diam dan memikirkan hubungan narasi itu dengan anak kopteng, tentu hubungannya dengan para jurnalis dan LSM. Otak kiri saya kemudian berpikir dan menyimpulkan.
Pikir saya, mungkin maksud poster itu, pembahasan RUU Cipta Kerja ada baiknya mengundang para jurnalis kopteng agar baik-baik saja.
Atau…., entahlah. Yang jelas, kita semua sama-sama menginginkan Indonesia baik-baik saja. Indonesia baik, masyarakat sejahtera. (Richard Silaban)



























