DALAM kenyataanya selama ini kontribusi PBB yang ada tidak pernah mampu
Salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah sebagai pendapatan asli daerah adalah pajak bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan yang dimiliki oleh wajib pajak.
Seperti kita ketahui Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan.
Data tersebut diatas menunjukkan bahwa tren proporsi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan kabupaten/kota masih rendah sehingga perlu terus diupayakan menggali dan mengoptimalkan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah dengan melakukan kegiatan penghimpunan data obyek dan subyek pajak daerah dan retribusi daerah (perekaman dan pemuktahiran data), penentuan besarnya pajak daerah dan retribusi daerah yang terhutang sampai dengan kegiatan penagihan bahkan penagihan secara paksa (khusus pajak daerah) serta meningkatkan pengawasan dan pengendalian sehingga tidak terjadi kebocoran.
Dalam rangka meningkatkan kapasitas fiskal daerah, maka melalui UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah telah diberikan kewenangan untuk memungut pajak (taxing power).
Sehubungan dengan pertimbangan tersebut diatas dan dalam rangka menggali potensi PAD melalui PBB-P2, maka berbagai upaya yang harus terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Badan Pendapatan Daerah dalam sistem dan prosedur pengelolaan PBB-P2 adalah melakukan pendataan (perekaman dan pemuktahiran data PBB-P2), melakukan penilaian, penetapan, pembayaran, pelayanan, melakukan pelayanan keberatan karena penetapan yang tidak wajar atau kesalahan teknis lainnya yang terjadi sesuai ketentuan yang berlaku, melakukan serangkaian prosedur untuk pungutan pajak secara proposional dan melakukan penagihan secara massal atau perorangan per wajib pajak maupun melakukan penagihan secara paksa apabila telah melewati waktu jatuh tempo.
Pekan Panutan Pembayaran PBB-P2 Tahun 2018
Pekan sadar pajak harus digalakkan. Karena hal ini merupakan gerakan bersama dalam memotivasi warga masyarakat wajib pajak untuk tidak sekedar membayar pajak tepat waktu dan tepat jumlah tetapi lebih dari itu menghidupkan kembali “rasa bangga” membayar pajak bumi dan bangunan tanpa melihat status kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, penguasa atau petani, semuanya memiliki kebanggan yang sama yaitu membayar pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan sebagai kewajiban setiap orang atau badan hukum yang menikmati bumi dan bangunan diatasnya yang hasilnya akan kembali digunakan untuk membiayai pembangunan di daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai langkah dan terobosan yang dilakukan perangkat daerah pengelolah PAD tidak saja untuk mengejar target kinerja tetapi lebih dari itu sebagai wujud tanggung jawab moral memajukan daerah dan upaya menunjukkan eksistensi daerah otonomi dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam hal pemungutan atas pajak bumi dan bangunan adalah asas keadilan terhadap penetapan nilai jual objek pajak, wajib pajak menilai bahwa metode yang digunakan untuk menilai nilai jual objek pajak tidak mencerminkan nilai wajar sehingga nilai jual objek pajak menghasilkan nilai wajar yang besar dan hal ini juga mengakibatkan semakin besar pula pajak yang akan ditanggung oleh wajib pajak atas bumi dan bangunan.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, oleh karena itu dalam penetapannya harus mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat, agar besaran pajak yang dikenakan sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya, sama dengan kondisi yang ada di lapangan. Permasalahannya adalah bagaimana agar keadilan dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak dapat terlaksana sehingga masyarakat rela membayar sesuai dengan nilai pajak yang ditetapkan.
Komponen dalam penetapan Pajak Bumi dan Bangunan adalah penilaian terhadap Objek Pajak Bumi (Tanah) dan atau Bangunan. Penilaian Objek Pajak Bumi/Tanah pada dasarnya adalah proses penetapan nilai bumi/tanah yang diperoleh dari harga transaksi/jual beli yang terjadi secara wajar dalam artian bahwa harga transaksi tersebut mencerminkan harga normal yang terjadi.
Dalam proses penetapan nilai bumi/tanah, penentuan nilai ditentukan berdasarkan posisi relatif objek pajak dengan pengertian bahwa posisi objek pajak adalah benar di lokasi jalan yang bersangkutan sehingga akan diketahui nilai relatif pada satu zona atau kawasan tertentu.
Metode yang umumnya digunakan adalah dengan melakukan pendekatan penilaian terhadap nilai jual objek pajak. Pendekatan dalam menentukan nilai jual objek pajak umumnya terdiri atas tiga metode yaitu:
Pendekatan data pasar (Market data approach), yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkan dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual objek pajak bumi atau tanah.
Pendekatan biaya/nilai perolehan baru (cost approach), yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual objek pajak bangunan.
Pendekatan pendapatan/nilai jual pengganti (income approach), yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual objek pajak sektor perkebunan, perhutanan, perhotelan, perdagangan dan lain-lain.
Metode penilaian nilai jual objek pajak umumnya menggunakan dua cara yaitu:
Penilaian Massal (Mass Appraissal): NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT).
NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dikurangi dengan biaya penyusutan fisik.
Perhitungan penilaian massal dilakukan berbasis komputer.
Penilaian Individu (Individual Appraissal)
Metode penilaian suatu objek pajak untuk masing-masing objek pajak yang bersifat unik/khusus.
Diterapkan untuk objek khusus yang bernilai tinggi atau keberadaannya mempunyai sifat khusus seperti: jalan tol, pelabuhan laut/sungai/ udara, lapangan golf, industri semen/pupuk, PLTA, PLTU, PLTG, pertambangan, tempat rekreasi, rumah mewah, pompa bensin, PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan lain-lain.
Bangunan menurut Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Proses penentuan nilai bangunan pada umumnya menggunakan nilai perolehan baru.
Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik obyek tersebut.
Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa seseorang yang mempunyai pengetahuan di dalam membangun suatu properti, tidak akan sudi membeli suatu properti yang lebih tinggi daripada biaya untuk membangun properti tersebut.
Jenis penggunaan bangunan yang berbeda seperti rumah sakit, hotel, kantor, rumah, pabrik dan lain sebagainya memerlukan cara penilaian yang berbeda pula karena komponen untuk membangun antara bangunan yang satu dengan bangunan lainnya berbeda, sehingga petugas penghitung pajak dituntut untuk memahami secara utuh proses penentuan nilai bangunan tersebut.
Disamping itu bangunan yang baru tentu berbeda dengan bangunan yang lama disebabkan adanya faktor penyusutan yang akan mempengaruhi nilai bangunan. Dengan memaknai filosofi di atas serta penetapan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku diharapkan akan menciptakan rasa persamaan dan kesamaan sehingga akan meningkatkan kemampuan dan kemauan bayar Wajib Pajak.
Persiapan sumber daya manusia, regulasi daerah serta sarana dan prasarana sistem pada pemerintah daerah yang dilakukan dengan efektif dan efisien akan memperlancar peralihan dan penerapan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan demikian pendapatan daerah akan lebih meningkat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Persiapan sumber daya manusia adalah persiapan para petugas pajak yang lebih proaktif dan melakukan survei ke lapangan yang akan menilai besarnya objek pajak yang terutang oleh wajib pajak, dalam hal ini pihak pemerintah (fiskus) sebagaimana yang diketahui pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang sistem pemungutannya menganut Official Assessment System di mana pajak dipungut langsung oleh pemerintah. Pajak yang dipungut membutuhkan kontribusi dari masyarakat yaitu kesadaran rakyat untuk melaporkan perubahan tanah dan bangunan yang dimiliki.
Berdasarkan peraturan dirjen Pajak Nomor PER -70/PJ/2010 mengenai pemeriksaan pajak bumi dan bangunan menetapkan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan dilakukan pada KPP Pratama oleh tim Pemeriksa. Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud terdiri dari 1 orang ketua tim dan 1 orang atau lebih anggota tim. kegiatan Pemeriksaan didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan, sebagai dasar pembuatan LHP PBB. LHP PBB digunakan untuk membuat Nota Penghitungan sebagai dasar penerbitan:
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran, apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
Surat Pemberitahuan, apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang;
Surat Ketetapan Pajak, apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
Kembali kepada permasalahan penetapan nilai jual objek pajak, nilai jual objek pajak harus menganut asas keadilan di mana pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak, tetapi dalam beberapa kasus yang dipandang dari perspektif masyarakat terhadap penentuan nilai jual objek pajak masyarakat menginginkan NJOP yang rendah, tetapi manakala ditujukan untuk tujuan ganti rugi, maka masyarakat tidak mau menggunakan NJOP karena dianggap terlalu rendah nilainya.
Penetapan NJOP diatur agar wajib pajak dapat mengurangi besarnya biaya pajak atas tanah dan bangunan. Akan tetapi ada kalanya masalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) ini memberatkan, misalnya ketika melakukan transaksi jual beli rumah yang harganya sudah sah dengan pembeli dalam transaksi tersebut ternyata NJOP lebih besar dari harga jual rumah itu sendiri.
Pajak itu tidak bisa di target hasilnya, karena pajak itu bukan produksi negara, akan tetapi kewajiban warga negara pada negara, yang didasarkan pada persentase atau ketetapan pada hasil produktivitas setiap warganya Jadi, seharusnya berapa pun hasil pajak yang diterima, itulah hasil pendapatan pajak negara. Jika hasil tersebut di target, maka ketika target tersebut tercapai, sisanya akan dimanipulasi karena telah melebihi target.
Penetapan nilai jual objek pajak yang baik adalah harus mencerminkan nilai keadilan dan tidak memberatkan berbagai pihak terutama adanya tidak diskriminatif bagi masyarakat terutama masyarakat tidak mampu.
Pajak Bumi dan Bangunan untuk membangun daerah dalam suatu Negara harus didasarkan pada perekonomian yang riil dan berkesinambungan agar pembangunan yang di cita-citakan bangsa ini cepat tercapai, peran pajak bumi dan bangunan daerah sangat vital dan dapat mengembalikan uang tersebut ke daerah untuk pembangunan dan pemberdayaan daerah itu sendiri.
Melihat bertapa pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan dalam membangun daerah yang sangat potensial, maka diperlukan strategis dalam pemungutannya lapangan, karena sering sekali para wajib pajak tidak taat membayar pajak.
Dalam hal pembangunan daerah maka diperlukan kesadaran dalam membayar pajak bumi dan bangunan agar pembangunan daerah melalui pajak bumi dan bangunan cepat terealisasi dengan baik, dan paling tidak daerahpun dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian dengan pendapatannya sendiri.
Berdasarkan pembahasan masalah mengenai keadilan penetapan nilai jual objek pajak bagi wajib pajak dan kesadaran wajib pajak dalam melaporkan perubahan tanah dan bangunan, maka penulis memberikan saran:
Penentuan nilai jual objek pajak harus mencerminkan azas keadilan bagi wajib pajak. Azas keadilan tersebut ialah dengan menetapkan nilai jual objek pajak sesuai dengan manfaat yang diperoleh oleh wajib pajak sehubungan dengan kepemilikan atas tanah dan bangunan.
Perbaikan tarif pajak terhadap nilai jual objek pajak yang memiliki nilai sangat besar.
Pemberian sanksi atas pelanggaran pajak yang diberikan diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelaksanaan.
Pemerintah harus lebih gencar lagi melakukan promosi dan ekstensifikasi terhadap urgensi pembayaran pajak bumi dan bangunan, walaupun sudah banyak promosi yang dilakukan oleh pemerintah melalui media dengan slogannya “hari gini belum bayar pajak, apa kata dunia”.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
“Orang bijak setia membayar pajak”. Semoga!! (***)