Wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta kembali berdengung. Hal yang orang
kerap lupa, Jakarta adalah ibu kota sekaligus pusat pemerintahan, bahkan
juga pusat bisnis.
kerap lupa, Jakarta adalah ibu kota sekaligus pusat pemerintahan, bahkan
juga pusat bisnis.
Pertanyaannya, dalam konteks wacana pemindahan ibu kota, apa status perpindahan dari Jakarta, pusat pemerintahan atau sekaligus ibu kota?
“Harus dilihat dulu tujuan dari rencana ini apa.
Kebutuhan apa yang mau dijawab dari wacana pemindahan tersebut? Kebutuhan
publik, kebutuhan jalannya pemerintahan, kebutuhan jalannya negara lebih cepat,
atau apa?” kata pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM)
Zainal Arifin Mochtar, saat dihubungi lewat telepon, Rabu (5/7).
Kebutuhan apa yang mau dijawab dari wacana pemindahan tersebut? Kebutuhan
publik, kebutuhan jalannya pemerintahan, kebutuhan jalannya negara lebih cepat,
atau apa?” kata pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM)
Zainal Arifin Mochtar, saat dihubungi lewat telepon, Rabu (5/7).
Dari situ, lanjut Zainal, baru bisa dibahas lebih lanjut apa
yang mau dipindah dari Jakarta dan ke mana pemindahannya. Meski
demikian, dia berpendapat, Jakarta memang sudah tidak layak menjadi
lokasi dari pusat pemerintahan dan layanan publik.
yang mau dipindah dari Jakarta dan ke mana pemindahannya. Meski
demikian, dia berpendapat, Jakarta memang sudah tidak layak menjadi
lokasi dari pusat pemerintahan dan layanan publik.
“Macet saja, misalnya, sudah bikin urusan lama,
pemerintahan sudah terganggu,” kata Zainal.
pemerintahan sudah terganggu,” kata Zainal.
Kalau memang kebutuhan yang hendak dijawab adalah soal
efektivitas pemerintahan dan layanan publik, menurut dia yang dipindah cukup
pusat pemerintahan.
efektivitas pemerintahan dan layanan publik, menurut dia yang dipindah cukup
pusat pemerintahan.
Contoh terdekat sebagai rujukan adalah pemindahan pusat
pemerintahan Malaysia dari Kuala Lumpur ke Putrajaya, sementara Ibu Kota Malaysia tetap di Kuala Lumpur. Itu pun, lanjut Zainal,
implikasinya besar.
pemerintahan Malaysia dari Kuala Lumpur ke Putrajaya, sementara Ibu Kota Malaysia tetap di Kuala Lumpur. Itu pun, lanjut Zainal,
implikasinya besar.
“Kalau terkait pemerintahan, semua dipindah. Semua
perangkat termasuk markas TNI,” sebut dia.
perangkat termasuk markas TNI,” sebut dia.
Demografi, termasuk infrastruktur sosial, menurut dia tak
dimungkiri juga bakal terimbas bila semua aparatur negara harus ikut berpindah.
Sekolah untuk anak-anak para abdi negara, sebut dia memberikan contoh, jelas
harus tersedia di lokasi baru.
dimungkiri juga bakal terimbas bila semua aparatur negara harus ikut berpindah.
Sekolah untuk anak-anak para abdi negara, sebut dia memberikan contoh, jelas
harus tersedia di lokasi baru.
Bila Putrajaya dan Kuala Lumpur
jaraknya bisa dibilang sepelemparan batu, lanjut Zainal, Indonesia
punya pilihan lokasi sampai ke seberang Pulau Jawa.
jaraknya bisa dibilang sepelemparan batu, lanjut Zainal, Indonesia
punya pilihan lokasi sampai ke seberang Pulau Jawa.
Berhitung implikasi yang mungkin timbul, Zainal
berpandangan, pemindahan pusat pemerintahan tak harus mengambil lokasi yang
jauh dari Jakarta.
berpandangan, pemindahan pusat pemerintahan tak harus mengambil lokasi yang
jauh dari Jakarta.
“Ide (pemindahan pusat pemerintahan ke) Jonggol lebih
menarik. Mirip betul dengan (pemindahan pusat pemerintahan Malaysia ke) Putrajaya,” ujar
Zainal.
menarik. Mirip betul dengan (pemindahan pusat pemerintahan Malaysia ke) Putrajaya,” ujar
Zainal.
Wacana pemindahan pusat pemerintahan ke Jonggol yang disitir
Zainal, terakhir kali mencuat pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Istilah “Greater Jakarta” pun dimunculkan saat itu.
Zainal, terakhir kali mencuat pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Istilah “Greater Jakarta” pun dimunculkan saat itu.
Sejak 1900-an
Namun, sejarawan JJ Rizal mengungkapkan, ide tersebut
sebenarnya kelanjutan dari wacana megapolitan yang diangkat lagi oleh Soekarno
pada era 1960-an.
sebenarnya kelanjutan dari wacana megapolitan yang diangkat lagi oleh Soekarno
pada era 1960-an.
Konsep tersebut, tutur Rizal, sudah lebih dulu ada pada awal
era 1900-an, berdasarkan kajian para penutur bahasa, terkait desentralisasi dan
penataan ruang Indonesia.
era 1900-an, berdasarkan kajian para penutur bahasa, terkait desentralisasi dan
penataan ruang Indonesia.
Sayangnya, kata Rizal, Soekarno efektif memerintah hanya
pada kurun 1959-1965, sehingga ide ini belum sempat terwujud.
pada kurun 1959-1965, sehingga ide ini belum sempat terwujud.
“Jadi, Ali Sadikin mengantarkan konsep itu ke Sutiyoso,
lalu Sutiyoso mengantarkan konsep megapolitan itu ke SBY. Idenya diterima SBY
tapi disimplifikasi jadi pemindahan ibu kota. Soal kenapa tak pakai nama megapolitan,
mungkin ada sejarah lain,” ujar Rizal, lewat pembicaraan telepon, Rabu.
lalu Sutiyoso mengantarkan konsep megapolitan itu ke SBY. Idenya diterima SBY
tapi disimplifikasi jadi pemindahan ibu kota. Soal kenapa tak pakai nama megapolitan,
mungkin ada sejarah lain,” ujar Rizal, lewat pembicaraan telepon, Rabu.
Konsep megapolitan yang diangkat Soekarno, tutur Rizal,
mencakup wilayah sampai Purwakarta di Jawa Barat. Komposisinya mencakup kawasan
hijau, kawasan biru, kawasan bangunan, lembah, bukit, dan pegunungan.
mencakup wilayah sampai Purwakarta di Jawa Barat. Komposisinya mencakup kawasan
hijau, kawasan biru, kawasan bangunan, lembah, bukit, dan pegunungan.
“Jadi Jakarta punya sabuk hijau, biru, dan
abu-abu. Itu bagian dari orientasi baru Soekarno tentang keindonesiaan, membagi
beban Jakarta ke daerah sekitar dengan mengambil
inspirasi dari ruh keindonesiaan,” kata Rizal.
abu-abu. Itu bagian dari orientasi baru Soekarno tentang keindonesiaan, membagi
beban Jakarta ke daerah sekitar dengan mengambil
inspirasi dari ruh keindonesiaan,” kata Rizal.
Pendapat lain datang pula dari Andrinof Chaniago, mantan
Menteri PPN/Kepala Bappenas sekaligus perancang Visi Indonesia 2033.
Menteri PPN/Kepala Bappenas sekaligus perancang Visi Indonesia 2033.
Andrinof satu pandangan dengan Zainal bahwa kondisi Jakarta sudah tidak layak terutama sebagai
pusat pemerintahan. Pemindahan pusat pemerintahan bahkan sekaligus ibu kota dari Jakarta, sebut dia setidaknya sejak 2008, sudah niscaya.
pusat pemerintahan. Pemindahan pusat pemerintahan bahkan sekaligus ibu kota dari Jakarta, sebut dia setidaknya sejak 2008, sudah niscaya.
“Ini penataan ulang tata ruang se-Indonesia. Jakarta hanya salah satunya,” kata
dia lewat pembicaraan telepon, Rabu.
dia lewat pembicaraan telepon, Rabu.
Jawa, kata dia, sudah kelebihan beban, baik soal ekosistem
maupun populasi penduduk. Hampir 60 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa,
padahal luas daratannya tak sampai 7 persen daratan Indonesia.
maupun populasi penduduk. Hampir 60 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa,
padahal luas daratannya tak sampai 7 persen daratan Indonesia.
Macet juga bukan cuma masalah Jakarta. Menurut dia, kemacetan sudah terjadi juga di
sepanjang jalan utama pantura Jawa. Belum lagi masalah lingkungan seperti
lereng gunung yang seharusnya jadi wilayah tangkapan air malah digerus.
sepanjang jalan utama pantura Jawa. Belum lagi masalah lingkungan seperti
lereng gunung yang seharusnya jadi wilayah tangkapan air malah digerus.
Indonesia,
bukan hanya menata Jakarta. Menata Indonesia berarti menata
Jabodetabek, Jawa, antarpulau, barat-timur. (Menata untuk) kepentingan bangsa
yang lebih besar,” papar Andrinof.
bukan hanya menata Jakarta. Menata Indonesia berarti menata
Jabodetabek, Jawa, antarpulau, barat-timur. (Menata untuk) kepentingan bangsa
yang lebih besar,” papar Andrinof.
Terlebih lagi, lanjut dia, wacana ini sudah berasa musiman
munculnya. “Kalau sudah musiman, ada sesuatu yang memang dirasakan
masyarakat,” kata dia.
munculnya. “Kalau sudah musiman, ada sesuatu yang memang dirasakan
masyarakat,” kata dia.
Karena itu, Andrinof sependapat bila sekarang sudah waktunya
melakukan kajian serius soalpemindahan ibu kota dan atau pusat pemerintahan dari Jakarta.
melakukan kajian serius soalpemindahan ibu kota dan atau pusat pemerintahan dari Jakarta.
“(Kajian serius) supaya kelihatan opsi-opsinya. Jangan
dibiarkan wacana hidup tenggelam. Harus melangkah,” ujar dia.
dibiarkan wacana hidup tenggelam. Harus melangkah,” ujar dia.
Selama menjabat menteri, Andrinof mengaku sudah mengajukan
sejumlah opsi tujuan pemindahan. “Sekarang tinggal dikembangkan dan
dipertajam. Itu juga saya dorong terus,” ucap dia.
sejumlah opsi tujuan pemindahan. “Sekarang tinggal dikembangkan dan
dipertajam. Itu juga saya dorong terus,” ucap dia.
Soal apa yang sebenarnya perlu dipindah dari Jakarta, Andrinof tak mempersoalkan bila hanya pusat
pemerintahan. Menurut dia, pernyataan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang
Brodjonegoro pun mengarah pada pemindahan kota
administrasi pemerintahan alias pusat pemerintahan.
pemerintahan. Menurut dia, pernyataan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang
Brodjonegoro pun mengarah pada pemindahan kota
administrasi pemerintahan alias pusat pemerintahan.
Implikasinya, menurut Andrinof, memang bisa sampai ke amandemen
konsitusi dan revisi sejumlah peraturan perundangan. Amandemen terkait klausul
bahwa Presiden harus berkedudukan di Ibu Kota.
Bila yang berpindah hanya pusat pemerintahan sementara Ibu Kota
Indonesia tetap Jakarta, mau tidak mau klausul dalam konstitusi itu harus
disesuaikan.
konsitusi dan revisi sejumlah peraturan perundangan. Amandemen terkait klausul
bahwa Presiden harus berkedudukan di Ibu Kota.
Bila yang berpindah hanya pusat pemerintahan sementara Ibu Kota
Indonesia tetap Jakarta, mau tidak mau klausul dalam konstitusi itu harus
disesuaikan.
Revisi peraturan perundangan, yang paling kentara tentu saja
terkait UU tentang kekhususan Jakarta sebagai ibu kota,
terutama soal status sebagai kota
pemerintahan.
terkait UU tentang kekhususan Jakarta sebagai ibu kota,
terutama soal status sebagai kota
pemerintahan.
“Ini Indonesia
memang seharusnya sudah masuk fase baru kalau kajian lanjutan sudah mulai
dilakukan. Fokusnya adalah manfaat yang lebih besar,” tutur Andrinof.
memang seharusnya sudah masuk fase baru kalau kajian lanjutan sudah mulai
dilakukan. Fokusnya adalah manfaat yang lebih besar,” tutur Andrinof.
Adapun soal target 2018 yang disebut Bambang terkait wacana
pemindahan tersebut, Andrinof melihatnya sebagai tenggat waktu untuk penuntasan
rencana, termasuk regulasi.
pemindahan tersebut, Andrinof melihatnya sebagai tenggat waktu untuk penuntasan
rencana, termasuk regulasi.
“(Target itu) bukan sampai tahap pematangan lahan
apalagi fisik,” ujar Andrinof.
apalagi fisik,” ujar Andrinof.
Andrinof memperkirakan perencanaan kelembagaan termasuk
regulasi dan keputusan politik akan makan waktu dua sampai tiga tahun.
regulasi dan keputusan politik akan makan waktu dua sampai tiga tahun.
Total waktu yang dibutuhkan untuk realisasi pemindahan,
menurut dia di kisaran 10 tahun, merujuk praktik dari 20-an negara yang sudah
melakukannya lebih dulu.
menurut dia di kisaran 10 tahun, merujuk praktik dari 20-an negara yang sudah
melakukannya lebih dulu.
Soal kebutuhan biaya, Andrinof berkeyakinan tak akan ada
banyak perubahan signifikan pada postur anggaran negara untuk membiayai
realisasi wacana ini.
banyak perubahan signifikan pada postur anggaran negara untuk membiayai
realisasi wacana ini.
“Sekarang anggaran infrastruktur sekitar Rp 250 triliun
sampai Rp 300 triliun per tahun. Ambil Rp 20 triliun untuk (alokasi ke realisasi
wacana) itu, bisa kok diarahkan. Yang semula untuk alokasi Jabodetabek digeser.
Tak ada beban signifikan, soal prioritas strategis saja,” tutur dia.
sampai Rp 300 triliun per tahun. Ambil Rp 20 triliun untuk (alokasi ke realisasi
wacana) itu, bisa kok diarahkan. Yang semula untuk alokasi Jabodetabek digeser.
Tak ada beban signifikan, soal prioritas strategis saja,” tutur dia.
Dari semua kajian yang ada, Andrinof memberi sinyal bahwa
gambaran umum sudah di tangan pemerintah.
gambaran umum sudah di tangan pemerintah.
Meski demikian Zainal dan Rizal memberi peringatan ada
kepentingan lain di balik pertimbangan kebutuhan dan kondisi terkini Jakarta.
kepentingan lain di balik pertimbangan kebutuhan dan kondisi terkini Jakarta.
“Saya menduga, sudah terlalu banyak bahasan untuk ke sana. Tak hanya soal
efektivitas pemerintahan, jangan-jangan bahasan politik dan lain-lain masuk
pula,” ujar Zainal.
efektivitas pemerintahan, jangan-jangan bahasan politik dan lain-lain masuk
pula,” ujar Zainal.
Bukan berarti, kata Zainal, perspektif lain di balik kembali
mencuatnya wacana pemindahan ibu kota ini berarti negatif. Justru, kata
dia, semua sudut pandang tersebut juga harus dilihat.
mencuatnya wacana pemindahan ibu kota ini berarti negatif. Justru, kata
dia, semua sudut pandang tersebut juga harus dilihat.
“Memulai (tahapan lanjutan pada) 2018, silakan, tapi
perlu pengayaan. Mau kemana (pindahnya), magnitude dari
kepindahan itu, belum lagi hitungan uangnya,” kata Zainal.
perlu pengayaan. Mau kemana (pindahnya), magnitude dari
kepindahan itu, belum lagi hitungan uangnya,” kata Zainal.
“Wacana ini kayak sapu jagat. Ketika persoalan-persoalan Jakarta tak juga menemukan jawaban, cara
paling gampang bikin orang diam itu dengan pindah ibu kota,” tutur Rizal.
paling gampang bikin orang diam itu dengan pindah ibu kota,” tutur Rizal.
Dalam diskusi-diskusi yang muncul dari tahun ke tahun soal
wacana ini, lanjut Rizal, kuat pula aura “yang penting tak ada
sentralisasi di Jakarta dan Jawa”.
wacana ini, lanjut Rizal, kuat pula aura “yang penting tak ada
sentralisasi di Jakarta dan Jawa”.
Dari situ pula, kata Rizal, dalih nostalgia seolah Soekarno
pun pernah berniat memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Palangkaraya menemukan benang
merah.
pun pernah berniat memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Palangkaraya menemukan benang
merah.
“Seolah Soekarno pun mau menghancurkan
sentralisasi,” ujar dia.
sentralisasi,” ujar dia.
Soal Ibu Kota, Rizal juga menjelaskan panjang lebar, bahwa
Soekarno pada akhirnya berketetapan menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota.
Soekarno pada akhirnya berketetapan menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota.
Menurut Rizal, Soekarno tak mendapati kota
lain di Indonesia yang punya identitas khas seperti Jakarta yang menjadi wadah tumbuhnya
nasionalisme di Indonesia.
lain di Indonesia yang punya identitas khas seperti Jakarta yang menjadi wadah tumbuhnya
nasionalisme di Indonesia.
“Puncak nasionalisme itu di Jakarta. Proklamasi. Ibu kota
politik itu tak bisa digantikan. Orientasi baru Soekarno begitu,” tutur
Rizal.
politik itu tak bisa digantikan. Orientasi baru Soekarno begitu,” tutur
Rizal.
Dari situlah kemudian lahir proyek-proyek mercusuar. Proyek
ini tak lalu mempertahankan konsep Batavia—nama
lama Jakarta—begitu saja.
ini tak lalu mempertahankan konsep Batavia—nama
lama Jakarta—begitu saja.
“Tak menghilangkan jejak Batavia
tapi dibangun dengan konsep modern dan menghadirkan ruh inspirasi keindonesiaan
dan masa lalu Indonesia,”
ujar Rizal.
tapi dibangun dengan konsep modern dan menghadirkan ruh inspirasi keindonesiaan
dan masa lalu Indonesia,”
ujar Rizal.
Itulah kenapa, ungkap Rizal, Jakarta sebagai Ibu Kota Negara punya
banyak bangunan dan monumen yang unsur-unsurnya mewakili ornamen suku bangsa
dan kerajaan lama di Indonesia.
banyak bangunan dan monumen yang unsur-unsurnya mewakili ornamen suku bangsa
dan kerajaan lama di Indonesia.
“Inilah Jakarta sebagai wajah muka Indonesia, wajah muka politik, bukan wajah muka
ekonomi, kata-kata yang sering dipakai Soekarno tentang Jakarta,” kata Rizal.
ekonomi, kata-kata yang sering dipakai Soekarno tentang Jakarta,” kata Rizal.
Jadi, apa yang mau dipindah sekarang? Ibu Kota? Pusat
pemerintahan? Atau keduanya sekaligus? Hingga saat ini, pemerintah belum
mengungkapnya secara detail. (syaf/int)
pemerintahan? Atau keduanya sekaligus? Hingga saat ini, pemerintah belum
mengungkapnya secara detail. (syaf/int)