TASLABNEWS.COM, TANJUNGBALAI– Dirut PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai Ismed Daulay mengakui buruknya kwalitas air PDAM yang disalurkan kepada warga akibat PDAM mengalami pembengkakan hutang. Itu terjadi sejak PDAM dijabat direktur yang lama Zaharuddin.
Rapat dengar pendapat antara mahasiswa, DPRD Tanjungbalai dan Dirut PDAM Tanjungbalai. |
Itu dikatakan Daulay dalam keterangannya pada rapat dengar pendapat (RDP) di kantor DPRD Tanjungbalai.
“Sebagai Dirut PDAM Tirta Kualo, beban saya saat ini berat. Di mana beban saya adalah untuk melunasi hutang yang ditinggalkan Dirut lama. Jumlah hutang yang sudah terbayar sebesar Rp1,25 miliar. Masih banyak lagi hutang yang harus dibayar dan untuk melunasi hutang itu dilakukan secara bertahap,” katanya.
Untuk menjawab kenaikan tarif pembayaran mencapai 100 persen, menurut Ismed, banyak anggota DPRD yang meminta agar kenaikan tarif dikurangi.
“Hal itu kami ketahui setelah tim penagihan di lapangan terbentuk. PDAM Tirta Kualo masih dalam perbaikan dan kenaikan tarif pembayaran 100 persen itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada,” kata Ismed Daulay.
Sementara itu, dugaan korupsi soal pengadaan bahan pengolahaan air bersih di PDAM Tirta Kualo mulai terkuak.
Berdasarkan keterangan, Syarifuddin, selaku teknisi PDAM Tirta Kualo dalam rapat dengar Pendapat (RDP) itu, dalam melakukan pengolahan air bersih PDAM Tirta Kualo telah meniadakan dua bahan kimia lainnya.
“Untuk melakukan pengolahan air bersih kami hanya menggunakan tawas saja,” katanya seraya berdalih bahwa air kotor yang disalurkan oleh pihaknya itu ke pelanggan disebabkan oleh kondisi air sungai yang keruh dan ditambah lagi dengan keberadaan galian C.
Terpisah, tiga ibu rumah tangga, Ratna (40), Linawati (45) dan Rusmini (53) mendukung aksi demo yang dilakukan para Mahasiswa.
Ketiga ibu rumah tangga itu pun mengakui bahwa air yang dihasilkan dari PDAM Tirta Kualo sudah tidak lagi mencerminkan rasa kemanusiaan.
“Air setiap hari keruh dan berlumpur. Untuk mendapatkan air terpaksa kami menggunakan alat mesin bantu yakni Sanyo. Hal itu dilakukan dikarenakan air yang disalurkan tidak deras,” kata Ratna dan Rusmini.
Hal senada disampaikan oleh Linawati, menurut dia kenaikan tarif pembayaran 100 persen itu merupakan sebagai wujud ketidak perdulian Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungbalai terhadap nasib masyarakatnya sendiri.
“Pembayaran yang mencekik leher ini terpaksa dilakukan. Bila tidak dibayar, meteran kita bisa-bisa diputus mereka pak,” katanya.
Menurut dia, didaerah tempat tinggalnya itu ada jiran tetangnya yang tidak menggunakan meteran air namun diwajibkan untuk membayar rekening air, setiap bulannya mencapai Rp 130 ribu harus dibayar. (Syaf/mjc/int)