TANJUNGBALAI- Setelah memasuki hari ketiga pencarian oleh Tim Gabungan Basarnas, Polairud dan TNI AL, dua dari empat nelayan ABK Pukat Apung KM Usaha Damai GT 22 Nomor 313 PPA, akhirnya ditemukan tewas mengapung di Perairan Sei Baru, Kabupaten Batubara, Senin (7/11) pagi sekira pukul 06.00 WIB dan di Perairan Tanjung Siapiapi sore harinya sekitar pukul 16.15 WIB.
Keduanya Idrus alias Heru (55) dan Budisyah Putra (33) sebelumnya dilaporkan hilang setelah kapal mereka tenggelam di posisi 03.06′.00 LU – 099.55′.00 BT, sekitar 6 mil arah Timur Lampu Putih. Saat itu, kapal yang mereka tumpangi diterjang ombak besar dan angin kencang ketika hendak pulang melaut pada Sabtu (5/11) dini hari.
Kasi Ops Basarnas Medan Muhammad Agus Wibisono, didampingi Kapos Basarnas Bagan Asahan Zul Indra menyebutkan, mayat korban Idrus alias Heru ditemukan di Perairan Sei Baru Kabupaten Batubara, sekitar 10 mil dari lokasi tenggelamnya kapal. Dan, korban Budi Syahputra ditemukan di Perairan Tanjung Siapiapi, Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Setelah ditemukan, jenazah kedua korban selanjutnya dievakuasi dan dibawa ke RSUD Dr Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai, untuk dilakukan visum oleh tim DVI Biddokes Poldasu.
Setelah jenazah kedua korban berada di RSUD, keluarga korban berdatangan. Mereka terlihat histeris.
Selesai divisum oleh tim DVI Biddokes Poldasu, jenazah keduanya dibawa ke rumah duka masing-masing untuk disemayamkan. Sebagaimana diketahui, Idrus alias Heru diketahui warga Jalan Rabuk, Kelurahan Selat Tanjung Medan, Kecamatan Datuk Bandar Timur, Kota Tanjungbalai dan Budisyah Putra, warga Jalan Pasar Baru, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjungbalai.
Rekan-rekan korban yang berhasil selamat dari musibah tersebut; Dedek (26) dan Lukman (26), warga Pasar Baru Kota Tanjungbalai ketika ditemui awak media ini di RSUD Dr Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai menceritakan, kejadian tersebut terjadi diperkirakan sekira pukul 23.00 WIB. Saat kejadian mereka sedang terlelap tidur. Tiba-tiba kapal mereka dihantam ombak besar lalu kapal mereka terbalik balik.
“Pada saat itu kami tertidur dan dibanguni oleh Tengko dan kuanca sambil memukul dinding. Bagun… bangun.. kapal mau karam (dihantam ombak). Tak lama setelah itu, kembali bakat besar (ombak di atas lima meter) datang menghantam kapal kami dan kami pun menyelamatkan diri dengan melompat ke air secara berpencar. Kapal kami pun terbalik-balik di dalam air akibat besarnya terjangan ombak dan kencangnya angin,” ujar Dedek dan Lukman menceritakan kejadian tersebut begitu mencekam.
Selanjutnya, setelah berada di air mereka pun berusaha mencari pegangan agar tetap bisa mengapung. Kemudian mereka meraih sebuah jerigen fiber dan berusaha mencari rekannya satu sama lain. Sampai akhirnya mereka bertujuh bertemu dan bergantung pada jerigen fiber tersebut. Saat kejadian keadaan gelap, angin kencang, ombak besar.
“Disitulah kami bertujuh bergantung pada jerigen itu. Sementara yang lain tak terlihat,” kata kedua ABK tersebut.
Setelah tujuh jam mengapung dengan jerigen tersebut, sambil menjerit-jerit minta tolong barulah mereka diselamatkan oleh kapal nelayan yang melintas.
‘'Satu jam pertama kami terapung dibawa ombak. Kami melihat kapal nelayan melintas dan kami pun menjerit minta tolong. Namun begitu kapal menuju ke arah kami, suara kami pun habis sehingga kapal pertama tak melihat kami lagi dan pergi. Selanjutnya, setelah kapal keenam disitulah kami berhasil diselamatkan karena matahari sudah muncul dan terlihat oleh nelayan lain,” tandas mereka. (mag02/dro)