ASAHAN-Para petani budidaya tambak udang di Dusun XII, Desa Pematang Sei Baru, Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan membutuhkan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Asahan. Pasalnya, hasil panen para petani selalu minim setiap musimnya.
“Begini lah bang hasilnya tak seperti yang kita harapkan. Pas-pas buat oprasional saja,” ujar Budi (41) salah seorang petani budidaya tambak udang yang ditemui awak koran ini, Kamis (6/4).
Menurut Budi, minimnya hasil panen disebabkan karena para petani hanya membudidayakan udang secara alami tanpa dukungan bahan penunjang tambahan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
“Karena keterbatasan modal makanya seperti ini. Kami pun di sini numpang sari di tanah perusahaan bekas tambak udang yang tak beroprasi lagi dan kami kelola secara swadaya masyarakat atas izin perusahaan sejak lima belas tahun lalu,” ucapnya.
Lebih lanjut kata Budi, saat ini sedikitnya ada 27 tambak yang mereka kelola dengan menamakan kelompok tani windu lestari. Namun sejak berdirinya kelompok tani windu lestari hingga saat ini belum pernah mendapat perhatian pemerintah.
“Sudah lima belas tahun kami melakoni ini dan ini satu-satunya mata pencarian kami ya kami berharap kepada pemerintah perhatikan lah kami,” katanya.
Senada juga dikatakan Kondri Sitorus (39) petani lainnya, para petani tambak sangat membutuhkan bantuan sara dan prasarana dari pemerintah dalam pengelolaan tambak demi kesejahteraan masyarakat petani di daerah tersebut.
“Kami mengharapkan turut campur tangan pemerintah dalam membantu petani dalam pengelolaan tambak ini kerena semakin hari hasil yang kami proleh sangat minim dan bahkan terkadang minus ,sementara ini cari makan kami,” ucapnya.
Sementara itu Hannan Sambas (42) ketua kelompok tani Windu Lestari mengungkapkan masyarakat setempat hanya memanfaatkan lahan tambak yang sudah ada.
“Tambak ini bekas milik perusahaan sebelumnya. Kita manfaatkan setelah minta izin dari pengelola,” katanya sambil menyatakan bahwa tambak tersebut telah di usahai warga setempat sejak perusahaan pengelola sebelumnya tutup pada tahun 2002 lalu.
Namun demikian lanjutnya, hasil yang diperoleh pihaknya sangat minim jika dibandingkan dengan modal pengelolaan tambak tersebut. Disebutkannya, seperti saat ini hasil panen udang per tambaknya rata rata hanya mencapai 20 Kg, dengan harga Rp60 ribu per kilonya, jika dibandingkan dengan modal pembibitan sampai waktu panen kurang lebih dua bulan sudah sangat tidak sesuai.
“Dari hasil panen selama ini, sangat minim dan tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan oleh petani,” lanjutnya.
Menurutnya, kendala petani selama ini dikarenakan tidak mampu mengelola tambak udang menggunakan alat dan bahan pendukung, seperti bibit dan pakan ikan, perawatan tambak sampai pada kincir angin yang berfungsi menyalurkan oksigen dalam air. Dan hanya dikelola secara alami sehingga berpengaruh terhadap hasil panen udang tersebut.
“Kami petani tambak hanya mampu mengelola secara alami selebihnya tidak mampu,” ucapnya.
Diharapkannya, pemerintah dalam hal ini dinas terkait agar mendukung petani dalam mengelola tambak tersebut baik memberikan sosialisasi pengelolaan maupun dalam bibit serta pakan yang sesuai.
“Saat ini kami sangat berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan kami para petani tambak udang ini agar dalam pengelolaan tambak ini dapat produktif dan berkesinambungan,” ucapnya. (Ma/syaf/int)