TASLABNEWS, JAKARTA- Mabes TNI AD akhirnya buka suara terkait kasus ijazah dan kenaikan pangkat luar biasa Jopinus Ramli Saragih atau JR Saragih saat di militer.
JR Saragih |
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sabrar Fadhilah mengatakan, pangkat terakhir Bupati Simalungun dua periode saat mengajukan pensiun dini sebagai prajurit TNI adalah Kapten CPM.
Seperti diketahui, pada 2010, saat mendaftarkan diri sebagai Bupati Simalungun, JR Saragih mendaftar dengan pangkat Letnan Kolonel. Politikus Partai Demokrat itu juga mengklaim memiliki surat keterangan kenaikan pangkat.
Fadhilah juga menanggapi soal JR Saragih. Ia mengatakan menyerahkan kepada pihak yang berwajib atau kepolisian.
“Status yang berssngkutan sudah civilian saat membuat pernyataan. Silahkan ditanyakan kepada yang berwajib,” kata Sabrar saat hubungi wartawan, Minggu (18/3).
Mengenai kenaikan pangkat luar biasa, Sabrar enggan berkomentar banyak. Sabrar mengatakan aturan kenaikan pangkat di lingkungan TNI sudah ada prosedur dan mekanismenya.
Sedangkan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Denny Tuejeh menjelaskan soal pendidikan dan pangkat terakhir Bakal Calon Gubernur Sumatera Utara Jopinus Ramli Saragih alias JR Saragih semasa berdinas aktif di TNI AD.
Denny membenarkan bahwa JR Saragih memang pernah berdinas sebagai prajurit TNI AD.
“Pangkat terakhirnya Kapten CPM dan berdinas di Polisi Militer Kodam III/Siliwangi sebagai Dansubdenpom Purwakarta,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/3). Menurut dia, JR Saragih akhirnya mengakhiri dinas aktifnya pada tahun 2008 untuk beralih profesi di bidang yang lain.
Untuk menjadi prajurit TNI AD, ujar Denny, JR Saragih menempuh pendidikan Sekolah Perwira Prajurit Karir TNI yang pendidikannya diselenggarakan didalam lingkungan Akademi Militer yang berlangsung selama 1 tahun.
Jalur itu berbeda dengan pendidikan Taruna Akademi Militer yang ditempuh selama 4 tahun. JR Saragih lulus dari pendidikan Sepa PK TNI pada tahun 1998 dan menyandang pangkat sebagai Letnan Dua CPM.
Pertanyaan soal latar belakang pendidikan JR Saragih mulai mencuat setelah dia diputuskan tak lolos menjadi calon gubernur oleh Komisi Pemilihan Umum lantaran tidak memenuhi syarat melengkapi legalisasi ijazah SMA. Bupati Simalungun itu pun sempat diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya pasca Badan Pengawas Pemilu mengabulkan gugatannya.
Namun, lagi-lagi syarat itu tak bisa dipenuhinya. Dua hari setelah putusan Bawaslu, JR Saragih mengaku kehilangan ijazahnya saat akan melegalisasi di Jakarta. Alhasil, pada Senin 12 Maret 2018 JR Saragih bersama timnya pun melegalisir Surat Keterangan Pengganti Ijazah/STTB SMA miliknya.
Legalisir ini disaksikan oleh para komisioner KPU serta staf Bawaslu Sumatera Utara. Kendati sudah ada surat pengganti, KPU menyatakan JR Saragih-Ance Selian tetap tidak memenuhi syarat.
Sudah diputuskan tak lolos, masalah kembali menerpa JR Saragih. Beberapa hari yang lalu, Direktur Direktorat Kriminal Umum Polda Sumatera Utara sekaligus pengarah Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Sumatera Utara Komisaris Besar Andi Rian mengumumkan penetapan tersangka terhadap JR Saragih. JR Saragih diduga memalsukan tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto.
Terkait informasi yang beredar bahwa JR Saragih berpangkat Kolonel, serta informasi-informasi lainnya yang berkembang, Denny Tuejeh menuturkan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian yang saat ini tengah melakukan penyidikan terkait beberapa permasalahan yang terjadi.
“Karena yang bersangkutan saat ini berstatus sebagai warga sipil,” ujar dia.
JR Saragih Tak Pernah Alami Naik Pangkat Luar Biasa
Mabes TNI AD memastikan tidak ada kenaikan pangkat luar biasa terhadap Jopinus Ramli Saragih atau JR Saragih. Bupati Simalungun dua periode ini mengajukan pensiun dini pada 2008 dengan pangkat terakhir sebagai Kapten CPM dan berdinas di Polisi Militer Kodam III Siliwagi sebagai Dansubdenpom Purwakarta.
“Terkait informasi yang beredar bahwa JR Saragih berpangkat Kolonel, serta informasi-informasi lainnya yang berkembang, kita serahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian yang saat ini tengah melakukan penyidikan karena yang bersangkutan berstatus sebagai wara sipil” kata Juru Bicara Mabed TNI AD Brigadir Jenderal Alfred Denny Teujeh dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Sabtu 17 Maret 2018.
Penegasan Mabes TNI AD ini untuk mengklarifikasi pemberitaan bahwa JR Saragih berpangkat kolonel sebelum ia memutuskan mundur dari militer guna menjadi pengusaha. Kabar simpang siur soal pangkat JR Saragih di militer dan kelulusannya muncul setelah JR Saragih diputuskan tak lolos menjadi calon gubernur oleh Komisi Pemilihan Umum lantaran tidak memenuhi syarat melengkapi legalisasi ijazah SMA. Bupati Simalungun itu pun sempat diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya pasca Badan Pengawas Pemilu mengabulkan gugatannya. Namun, tetap saja JR Saragih-Ance Selian dianggap tidak memenuhi syarat.
JR Saragih bahkan ditetapkan oleh Direktur Direktorat Kriminal Umum Polda Sumatera Utara sekaligus pengarah Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Sumatera Utara Komisaris Besar Andi Rian mengumumkan sebagai tersangka memalsukan tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto.
JR Saragih sendiri mengaku berpangkat Letnan Kolonel ketika mencalonkan menjadi Bupati Simalungun pada 2010. Ia mengklaim memiliki surat keterangan kenaikan pangkatnya tersebut.
Dalam sejumlah laman di blogspot, juga situs JR Saragih, dituliskan JR Saragih berpangkat terakhir Kolonel dan lulusan Angkatan Militer. Laman itu juga menyebut JR Saragih menamatkan pendidikan di tahun 1990. Beberapa hari sebelum polisi masih menetapkan JR Saragih sebagai tersangka, laman relawan JR Saragih itu masih bisa dibuka. Namun ketika berita ini diturunkan, laman itu sudah ditutup.
JR Saragih sendiri berkarir di militer selama 12 tahun. Jika lulus SEPA PK TNI, maka ia lulus dengan letnan dua. Umumnya, pangkat Letnan Dua hingga Letnan Satu memiliki masa dinas tiga tahun, Letnan Dua hingga Kapten masa dinas tujuh tahun. Letnan Dua hingga Mayor memiliki masa dinas 11 tahun dengan catatan memiliki ijazah Pendidikan lanjutan Perwira atau Pendidikan Lanjutan Perwira II satu dan dua.
Sedangkan Letnan Dua hingga mencapai Letnan Kolonel harus memiliki masa dinas 15 tahun dengan catatan melalui pendidikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat.
Pengamat militer dari Universitas Padjajaran Bandung Muradi menyebutkan, kenaikan pangkat luar biasa di TNI umunya karena prestasi yang luar biasa di dalam dan di luar negeri. Juga karena faktor keahlian prajurit atau perwira di TNI. Namun bisa juga karena faktor kedekatan dengan pimpinan atau juga pensiun dini. Soal kedekatan pada pimpinan inilah yang jadi masalah. Ada pun yang lain karena pensiun dini.
Muradi menilai JR Saragih adalah salah satunya. “Dia mayor, lalu dia pensiun menjadi Letnan Kolonel. Artinya itu masih dimungkinkan. JR Saragin bisa jadi (juga) karena kedekatan dengan misalnya pimpinan di internal TNI,” ujar Muradi.
Sementara pengamat Militer dari Universitas Padjajaran Bandung Muradi mengatakan, kenaikan pangkat luar biasa di TNI memiliki ketentuan sendiri, yaitu berbasis profesionalitas dan merit system. Meski begitu, jika terjadi kenaikan pangkat luar biasa, maka ada sedikitnya ada empat faktor yang membuatnya cepat.
Pertama, kata Muradi, karena sang prajurit TNI itu memiliki prestasi luar biasa.
“Misalnya saja ketika prajurit ikut berperang dan sukses membebaskan sandera seperti kasus di Papua kemarin, ” kata Muradi yang juga Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad ini kepada Tempo, Minggu 18 Maret 2018.
Faktor kedua karena sang prajurit memiliki keahlian luar biasa di divisinya. Misalnya seorang Letnan Kolonel yang memiliki keahlian di bidang bedah kedokteran dan sukses mengoperasi pasien.
Yang ketiga, Muradi menganggap ini sering terjadi dan belakangan berpotensi menjadi masalah sebab kenaikan jabatan karena kedekatan dengan pimpinan.
“Ini perlu didiskusikan secara lebih serius karena misalkan, ada prajurit yang tiba-tiba naik pangkat tinggi, tapi tidak tahu prestasinya apa” kata Muradi.
Faktor keempat, menurut Muradi lebih dikarenakan anggota TNI itu mau pensiun dini. Muradi menilai JR Saragih adalah salah satunya.
“Dia mayor, lalu dia pensiun menjadi Letnan Kolonel. Artinya itu masih dimungkinkan. JR Saragin bisa jadi (juga) karena kedekatan dengan misalnya pimpinan di internal TNI,” ujar Muradi. (syaf/int)