TASLABNEWS, LANGKAT-Kader LK2 HMI Cabang Langkat, khususnya Kelompok 1, melaksanakan kegiatan analisis sosial sebagai bagian dari tugas akademik dalam proses perkaderan.
Fokus kajian diarahkan pada budaya lokal dan sejarah Kerajaan Kejuruan Stabat, salah satu kerajaan tua yang memiliki peran penting dalam sejarah Langkat.

Dalam kegiatan tersebut, peserta latihan yang dilaksanakan dari tanggal 11 sampai dengan 18 November 2025 berkesempatan bertemu langsung dengan Tengku Chandra Hardi, Raja ke-6 sekaligus salah satu keturunan terakhir Kerajaan Kejuruan Stabat yang masih menetap di rumah peninggalan kerajaan.
Ia juga dikenal sebagai tokoh budaya dan sejarah yang aktif menjaga warisan serta pengetahuan mengenai perkembangan Kerajaan Stabat.
Rumah Kerajaan Kejuruan Langkat yang ditempati Tengku Chandra merupakan situs cagar budaya, yang hingga kini masih berdiri sebagai simbol perjalanan sejarah kerajaan. Lokasinya berada tepat di samping Masjid Raya Stabat , menjadikannya salah satu titik penting dalam jejak budaya dan keagamaan masyarakat setempat.
Dalam diskusi, peserta mendapatkan penjelasan mendalam mengenai asal-usul Kerajaan Kejuruan Stabat, yang menjadi salah satu pondasi kekuasaan di Langkat sebelum berdirinya kesultanan. Tengku Chandra menjelaskan:
“Sebelum adanya kesultanan, ada empat pondasi kerajaan yang ada di Langkat, yaitu Stabat, Bingai, Bahorok, dan Selesai. Lalu muncul Kerajaan Bahorok dengan kerajaan tertuanya adalah Kerajaan Stabat, kedua Bingai, ketiga Selesai, kemudian Bahorok.”
Namun di balik kekayaan sejarah tersebut, terdapat kondisi miris terkait minimnya kepedulian pemerintah dalam menjaga cagar budaya di Langkat. Dari sisi budaya dan hukum, lemahnya perhatian ini menyebabkan terjadinya degradasi warisan sejarah. Nilai-nilai non-benda seperti simbolisme Tanjak Melayu dan Tumbak Lada semakin sulit diwariskan kepada generasi muda, sementara situs fisik seperti Rumah Kejuruan kian rentan mengalami kerusakan. Kelalaian ini juga berpotensi menimbulkan masalah hukum mengingat amanat UU Cagar Budaya yang mewajibkan perlindungan dan pelestarian warisan sejarah.
Dari perspektif ekonomi, Pemkab Langkat kehilangan peluang strategis untuk menjadikan warisan historis sebagai modal pengembangan pariwisata budaya berkelanjutan. Padahal, dengan pengelolaan yang baik, situs-situs budaya dapat menjadi sumber pendapatan sekaligus memperkuat identitas masyarakat.
Secara keseluruhan, kurangnya kebijakan yang berpihak pada pelestarian sejarah tidak hanya menggerus jati diri masyarakat, tetapi juga melemahkan legitimasi sosiokultural pemerintah daerah serta menciptakan citra negatif terkait komitmen pemerintah terhadap warisan leluhur.
Menanggapi kondisi tersebut, Dimas Septiadi, salah satu peserta LK 2 HMI Cabang Langkat, menyampaikan kritiknya:
“Warisan budaya yang ada di Langkat bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan identitas yang wajib dijaga. Namun hingga kini, pemerintah daerah belum menunjukkan kepedulian yang nyata. Jika ketidakseriusan ini terus dibiarkan, yang hilang bukan hanya bangunan dan simbol budaya, tetapi martabat sejarah Langkat itu sendiri. Sudah saatnya Pemkab Langkat berhenti abai dan mulai bertindak untuk benar-benar memerhatikan kerajaan-kerajaan yang ada di Langkat. (Edi/syaf)




























